TEMPO.CO, Bogor – Usai rapat koordinasi terkait kasus Sentul City, Asisten Deputi Koordinasi Penegakkan Hukum Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM Kemenkopolhukam, Baringin Sianturi enggan memberikan komentar kepada awak media.
“Saya punya hak untuk diam ya, diam,” kata Baringin sambil berlalu meski dicecar pertanyaan oleh awak media, Senin, 17 Juni 2019.
Baca: Kasus Sentul City, Rapat dengan Menkopolkam Berlangsung Tertutup
Kementerian Politik Hukum dan HAM belakangan turun tangan dalam kasus Sentul City. Langkah kementerian yang dipimpin oleh Wiranto itu disebut karena adanya laporan yang masuk ke Presiden RI.
Hal tersebut dibenarkan Kepala Bidang Penyelesaian Kasus Hukum pada Asisten Deputi Koordinasi Penegakkan Hukum Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM Kemenkopolhukam, Mei Abeto Harahap. Ia mengatakan, kedatangan pihaknya di tengah perseteruan warga dengan pihak pengembang Sentul City karena mandat Presiden Joko Widodo.
“Karena ada surat kepada Presiden, kemudian Presiden meminta kepada Setneg agar Kemenkopolhukam memfasilitasi, ya kami fasilitasi, sudah itu saja,” kata Abeto usai rapat.
Sejumlah warga komplek Sentul City membentangkan spanduk protes dan membawa payung hitam bertuliskan protes saat melakukan aksi demo mengenai dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan pengembang PT. Sentul City Tbk di depan Istana Negara, Jakarta, 30 April 2018. Ada sebanyak 13 dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan pengembang seperti; sertifikat tidak kunjung terbit, permasalahan air, dan sebagainya. TEMPO/M Taufan Rengganis
Abeto mengatakan, nantinya hasil rapat koordinasi tersebut akan dilaporkan kembali kepada Presiden melalui Sekretariat Negara (Setneg). “Kami hanya memfasilitasi para pihak, nanti dilaporkan ke Presiden, tidak ada rekomendasi (dari kami),” kata dia.
Kementerian Politik Hukum dan HAM melakukan mediasi dengan stakeholder yang terlibat dalam permasalahan yang terjadi di Sentul City, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin, 17 Mei 2019. Rapat yang diselenggarakan di ruang rapat Hotel IZI, Kota Bogor itu dilaksanakan secara tertutup dan turut dihadiri berbagai pihak.
Adapun pihak yang hadir antara lain, perwakilan Gubernur Jawa Barat, Sekretaris Daerah Kabupaten Bogor Burhanuddin, Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bogor Joko Pitoyo, Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kabupaten Bogor Lita Ismu, Direktur Utama PDAM Tirta Kahuripan Hasanudin Tahir, pihak Sentul City dan perwakilan masyarakat.
Baca: Menko Polhukam Mediasi Sentul City, Warga: Tak Hormati Hukum
Kasus Sentul City ini bermula pada penolakan beberapa warga setempat dengan skema pengelolaan township management yang dilakukan oleh PT. Sentul City. “Hunian di Sentul City ini kan dari awal ingin mengembangkan kota mandiri dengan konsep township management, namun ada sejumlah warga yang mengatasnamakan Komite Warga Sentul City (KWSC) menggugat Sentul City terkait konsep itu,” kata Juru Bicara PT Sentul City, Alfian Munjani.
Alfian mengatakan gugatan tersebut lantas dimenangkan oleh KWSC dengan hasil akhir Putusan MA bernomor 463 K/TUN/2018 juncto Nomor 11/B/2018/PT.TUN.JKT juncto Nomor 75/G/2017/PTUN-Bdg tanggal 11 Oktober 2018.
Selain itu, dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) yang disampaikan oleh Ombudsman RI tanggal 27 November 2018 menyebut, Bupati Bogor harus segera mengambil alih pengelolaan Sentul City kepada pemerintah, salah satunya soal pengelolaan air minum.
Namun hingga kini, permasalahan tersebut masih berlanjut karena baik putusan MA maupun LHAP Ombudsman RI soal kasus Sentul City diduga belum dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor. “Kita sebenernya boleh nggak sih mengembangkan township management, kalau nggak boleh mana aturannya, mana Undang-undangnya, yang kita kembangkan ini bukan perumahan biasa,” kata Alfian.